Hai Gan,
Ini postingan kedua di blog ini. Postingan ini berisi tentang Silsilah
Raja Naiambatan. Siapa yang masuk dalam Keturunan Raja Naiambaton wajib
membaca ini.
Langsuang Aja...
Raja Nai Ambaton/Tuan Sorba Dijulu adalah anak sulung dari Tuan
Sorimangaraja. Tuan Sorba Dijulu dikatakan memiliki 4 orang anak namun
ada juga yang mengatakan 5 orang anak, namun Tuan Sorba Dijulu hanya
memiliki satu orang boru yang menikah dengan Raja Silahisabungan dan
melahirkan anaknya yang diberi nama Silalahi Raja. Anak Tuan Sorba
Dijulu/Nai Ambaton adalah
1. Simbolon Tua
2. Tamba Tua
3. Saragi Tua
4. Munthe Tua
5. Nahampun Tua
6. Sada boru Pinta Haomasan
Sekilas perjalanan Pomparan Raja Nai Ambaton dohot Pinomparna
Diperkirakan Op. Tuan Sorba Dijulu tinggal di sekitar Pusuk Buhit,
dengan istrinya nai ambaton yang merupakan boru pinompar ni Guru Tatea
Bulan yang diketahui nama Op. Boru itu adalah Siboru Anting Bulan yang
marhuta di huta Parik Sabungan.
Diperkirakan Tuan Sorba Dijulu merantau ke Dolok Paromasan, disinilah
lahir anak-anaknya Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Munthe Tua (kita
buat 4 dulu anaknya Tuan Sorba Dijulu karena Nahampun masuk Simbolon)
dan satu borunya Pinta Haomasan.
Namun di satu sisi Tuan Sorba Dijulu dikatakan memiliki 2 orang istri,
istri pertama anaknya adalah Simbolon Tua sedangkan dari istri kedua
anaknya adalah Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munthe Tua. Namun ketika itu
dari istri pertama lama lahir Simbolon Tua, sehingga lebih dulu lahir
Tamba Tua dari istri kedua. Setelah lahir Tamba Tua terlebih dahulu
lahirlah Simbolon Tua dari istri pertama, namun tidak diketahui apakah
Saragi Tua dan Munthe Tua dulukah yang lahir baru Simbolon Tua, atau
Simbolon Tua dulukah kemudian lahir Saragi Tua dan Munthe Tua dari istri
kedua. Namun menurut perkiraan kembali, lebih dulu lahir Saragi Tua
baru Simbolon Tua kemudian Munthe Tua, ini menurut analisa generasi dari
tiap-tiap keturunan yang ada hingga saat ini.
Lambat laun anak-anak dan boru Tuan Sorba Dijulu bertumbuh besar, sampai
pada akhirnya Tamba Tua yang secara usia lebih sulung dari anak-anak
Tuan Sorba Dijulu dengan Simbolon Tua yang merasa dialah anak siakkangan
karena lahir dari istri pertama bertengkar berebut hak kesulungan,
sampai pada akhirnya pertengkaran ini didengar Tuan Sorba Dijulu,
akhirnya Tuan Sorba Dijulu dengan bijaksana menentukan siapakah yang
pantas dan memang sebenarnya yang menjadi sulung di Tuan Sorba Dijulu,
akhirnya Tuan Sorba Dijulu mengadu kedua anaknya, dikatakan siapa yang
berdarah atau terluka, dialah yang sianggian dan siapa yang tidak dialah
siakkangan. Maka diberikan senjata yang sama kepada mereka berdua,
senjata tersebut berupa ‘ultop’, namun ultop yang diberikan kepada Tamba
Tua adalah ultop yang ujungnya tumpul, sedangkan ultop yang diberikan
kepada Simbolon Tua adalah ultop yang runcing dan tajam. Dan akhirnya
rencana Tuan Sorba Dijulu pun berhasil, Tamba Tua terluka dan berdarah
dan secara otomatis menunjukkan Simbolon Tualah anak siakkangan, ini
merupakan cara Tuan Sorba Dijulu kepada mereka tanpa membuat tersinggung
mereka, tanpa adanya pemikiran pilih kasih.
Semenjak hal tersebut, kejadian itu membuat Tamba Tua, Saragi Tua dan
Munthe Tua untuk pergi meninggalkan Dolok Paromasan, hingga akhirnya
mereka menemukan tempat baru di kecamatan Sitio-tio dan diberi nama Huta
Tamba, disinilah tinggal Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munthe Tua. Namun
tidak alama pomparan Saragi Tua akhirnya merantau ke daerah Simanindo.
Lama pomparan mereka terus berkembang hingga membuat pinomparna pergi
merantau ke luar huta Tamba, akhirnya pomparan Tamba Tua banyak yang
merantau dan sebagian tinggal pomparannya di huta Tamba, mereka inilah
yang terus menggunakan marga Tamba hingga saat ini, sedangkan pomparan
Tamba Tua yang merantau pada akhirnya menjadi marga mandiri, dan
kebanyak mereka merantau ke daerah Simanindo, adapun marga-marga mandiri
keturunan Tamba Tua ini adalah Siallagan, Turnip, Si Opat Ama
(Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok), Rumahorbo, napitu dan Sitio.
Di satu sisi, pomparan Saragi Tua hampir semua meninggalkan huta Tamba
dan hidup mandiri ke daerah Simanindo dan lain-lain, begitupun juga
dengan pomparan Munthe Tua yang merantau ke karo, barus, simalungun, dan
balik ke daerah pangururan dan lain-lain, namun masih ada sebagian dari
Pomparan Munthe Tua ini yang hingga saat ini tinggal dan menetap di
Huta Tamba.
Di satu sisi ada cerita yang mengatakan semenjak kejadian perebutan hak
sulung, Tamba dan adiknya ingin dibunuh oleh Simbolon Tua karena dendam
kepada Tamba Tua yang telah merebut hak kesulungannya, namun rencana itu
diketahui itonya Pinta Haomasan, dan Pinta Haomasan menyuruh mereka
untuk pergi dari Dolok Paromasan.
Suatu ketika, datanglah keturunan Saragi Tua, dari Op. Tuan Binur yang
diwakili oleh Si Mata Raja datang ke tanah Tamba untuk mengambil warisan
sang ayah dan sang opung yang ada di tanah Tamba, dan pada saat itu
disambut oleh Tamba bersaudara, setalah Mata Raja melaksanakan tugasnya
Mata Raja bertemu dengan Siallagan dan Turnip yang pada waktu itu
berperang melawan kerajaan dari Simalungun, maka karena Siallagan dan
Turnip merupakan saudaranya dibantulah mereka, sekilas akhirnya Mata
Raja berhasil mengusir musuh hingga lari ketar-ketir. Sejak saat itu,
maka Siallagan dan Turnip merasa sangat senang, maka dibuatlah padan
diantara mereka bertiga, dan Mata raja diajak untuk tinggal bersama
mereka, namun Mata Raja tidak mau dan lebih memilih untuk kembali ke
tempatnya.
Di satu sisi, keturunan Munthe Tua banyak yang sudah merantau, salah
satunya Pangururan. Keturunan sulung Munthe Tua Raja Sitempang lahir
dengan keadaan cacat fisik, sehingga dia diasingkan oleh orangtuanya,
disana dia bertemu dengan si boru marihan yang juga lahir dengan keadaan
cacat fisik, anak dari Raja Sitempang adalah Raja Na Tanggang yang
merantau ke Pangururan dan menikahi boru Naibaho sehingga menetap dan
tinggal di Pangururan, di lain pihak ternyata adik dari boru Naibaho
istri Raja Na Tanggang ini dinikahi oleh keturunan Simbolon Tuan Nahoda
Raja, keturunan dari Simbolon Tua/boru Limbong. Mulai disinilah
terjadinya perbedaan pandangan karena Raja Na Tanggang yang merupakan
keturunan dari Munthe Tua menikahi boru naibaho siakkangan menganggap
dialah siabangan daripada Simbolon Tuan Nahoda Raja yang merupakan anak
Simbolon Tua yang menikahi boru naibaho siampudan. Muncullah katai damai
dari Tulang, rap marsihahaan rap marsianggian. Karena Sitanggang dan
Simbolon telah menikahi boru Raja Naibaho, maka diberikanlah kepada
Sitanggang dan Simbolon bius sebagai boru. Itulah yang dikenal dengan
nama bius si tolu aek horbo. Keturunan Raja Sitempang, Sitanggang Bau
pun bertemu dengan Gusar yang merupakan generasi ke 13 si Raja Batak
yang ketika itu membantu Sitanggang Bau melawan musuhnya. Anak-anak
Munthe Tua yang kedua dan ketiga yaitu Ompu Jelak Maribur dan Ompu Jelak
Karo yang merantau ke Simalungun, dan Ompu Jelak Karo ke tanah karo,
jadi salah bila beranggapan Munthe itu berasal dari karo, jadi dari
kedua ompu inilah yang masih menggunakan marga leluhurnya, namun bagi
yang di karo menjadi marga mandiri seperti Ginting sama seperti anak
siakkangan Munthe Tua yang menjadi marga mandiri Sitanggang.
Namun ketika jaman Belanda, dimana Belanda untuk menguasai kekayaan bumi
yang ada di samosir di Pangururan memanggil raja-raja untuk dijadikan
kepala nagari, begitu juga dengan Sitanggang yang diberikan daerah
kekuasaan dengan menjadi Raja Pangururan karena dia memiliki sebagian
besar bius karena menikahi boru siakkangan Naibaho. Diperkkirakan
disinilah terjadinya turut campur Belanda dalam mencampuri dan membuat
berantakan tarombo, karena banyak raja-raja pada waktu itu tidak datang
dan diwakilkan oleh adiknya atau kepercayaannya yang masih satu marga,
namun tidak disangka mereka ditawarkan menjadi kepala nagari, ada yang
tergiur dan ada yang menolak hingga mereka yang dijadikan kepala nagari
itu yang merupakan utusan dari raja daerah/abangnya mengaku sebagai
abangan karena telah menjadi kepala nagari.
Dolok Paromasan terletak di daerah Pangururan, namun Dolok Paromasan ini
adalah miliki Tuan Sorba Dijulu lain dengan kota Pangururan.
PINTA HAOMASAN
Namboru Pinta Haomasan adalah boru sasada Tuan Sorba Dijulu yang tinggal
di Dolok Paromasan bersama dengan itonya Simbolon Tua, karena itonya
Tamba Tua dan adik-adiknya pergi meninggalkan akibat kejadian hak
sulung. Namboru Pinta Haomasan muli ke Raja Silahisabungan dengan
anaknya Silalahi Raja, karena pada saat itu pariban Silalahi Raja hanya
ada dari boru tulangnya Simbolon Tua, karena ketiga tulangnya telah
meninggalkan huta, maka Silalahi Raja mengambil boru Tulangnya dari
Simbolon Tua hingga beberapa generasi. Karena mengambil boru tulangnya
dari Simbolon, maka sama seperti yang dilakukan oleh Raja Naibaho kepada
Simbolon maka dilakukan juga hal tersebut kepada Silalahi Raja,
diberikannlah bius boru kepada Silalahi Raja, namun karena Simbolon Tua
sadar bahwa tanah leluhurnya Tuan Sorba Dijulu di Dolok Paromasan
bukanlah hanya miliknya, maka bius Tamba Tua, Saragi Tua dan Munthe Tua
ikut diberikan didalamnya.
Bius disini bius di Dolok Paromasan berbeda dengan bius Pangururan yang
diberikan Raja Naibaho, karena diperkirakan Pangururan adalah wilayah
kekuasaan Tuan Sorimangaraja.
Marga Parna di Pak-Pak dan Aceh
Banyak marga-marga parna yang merantau ke tanah pak-pak dan menjadi
besar, mulai dari keturunanya di Pak-pak dari keturunan Simbolon Tuan,
Sigalingging dan Munthe. Misalnya Tinambunan, Tumanggor, Maharaja,
Turuten, Pinayungan, Nahampun, dll, begitu juga marga Saraan, Kombih dan
Berampu yang berada di sekitar Aceh (Singkil).
Horong Marga-Marga Parna
1.SIMBOLON TUA 1. Simbolon Tuan Nahoda Raja
2. Tinambunan
3. Tumanggor
4. Pasi
5. Maharaja
6. Turuten
7. Pinayungan
8. Nahampun
9. Simbolon Altong Nabegu
10. Simbolon Pande Sahata
11. Simbolon Juara Bulan
12. Simbolon Suhut Ni Huta
13. Simbolon Rimbang
14. Simbolon Hapotan
2.TAMBA TUA
1. Tamba
2. Siallagan
3. Turnip
4. Sidabutar
5. Sijabat
6. Saragi Dajawak
7. Siadari
8. Sidabalok
9. Rumahorbo
10. Napitu
11. Sitio
12. Sidauruk
3.SARAGI TUA
1. Simalango
2. Saing
3. Simarmata
4. Nadeak
5. Sumbayak
6. Sidabukke (sudah keluar dari parna)
4.MUNTHE TUA 1. Sitanggang bau
2. Sitanggang gusar
3. Sitanggang lipan
4. Sitanggang upar
5. Sitanggang silo
6. Manihuruk
7. Sigalingging
8. Garingging
9. Tendang
10. Banuarea
11. Boang Manalu
12. Bancin
13. Bringin
14. Gajah
15. Brasa
16. Manik Kecupak
17. Saraan
18. Kombih
19. Berampu
20. Munthe
21. Haro
22. Siambaton
23. Saragi Damunte
24. Dalimunthe
25. Ginting Baho,
26. Ginting Beras,
27. Ginting Capa,
28. Ginting Guru Putih,
29. Ginting Jadibata,
30. Ginting Jawak,
31. Ginting Manik,
32. Ginting Munthe,
33. Ginting Pase,
34. Ginting Sinisuka,
35. Ginting Sugihen,
36. Ginting Tumangger,
Sekian postingan ini, jika ada yang mau nanya jangan lupa komen dibawah
Terima kasih sudah membaca postingan ini